HELICOPTER PARENT and CHURCH

 

Tatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu.

 (Ibrani 13:17)

 

2s81tuoPernahkah melihat anak-anak atau remaja yang bermain di luar rumah? Waktu saya kecilpun sering bermain di luar rumah, apalagi halaman rumah saya terbilang sangat luas. Bersepeda, bermain pasir, mobil-mobilan, bermain kelereng (gundu), sampai berkejaran ke sana kemari. Suasana seperti itu sudah jarang terjadi. Orangtua yang relatif muda ketakutan membiarkan anak-anak mereka bermain di luar. Anak-anak sangat dijaga dan dilindungi terlalu berlebihan. Sepertinya harus ditulis “Fregile” (mudah pecah) di kepala anak-anak dan remaja saat ini.  Di Australia, 83% orangtua mencemaskan anak-anak mereka untuk bermain di luar rumah.. Sementara itu jika dibandingkan dengan orangtua pada jaman dahulu juga terlihat perbedaan. Orangtua yang lahir pada generasi “baby boomer” (kelahiran tahun 1946-1964, atau orangtua yang berusia 50-68 tahun sekarang ini) lebih tidak cemas pada anak-anaknya pada jaman dahulu atau cucu-cucu mereka sekarang dibandingkan dengan keluarga-keluarga muda saat ini. Apa yang mereka cemaskan? Anak atau remaja tidak tahu dimana dan apa yang sedang mereka kerjakan (50%), cemas jika terjadi kecelakaan (57%), dan takut kotor dan kuman penyakit (10%). Dari kecemasan tersebut, maka banyak aturan dan larangan yang diberlakukan kepada anak-anak mereka. Kadang aturan dan larangan itu dirasa berlebihan, dan munculah istilah Overprotective. Perlindungan yang berlebihan. Istilah lain adalah Orangtua Helikopter. Orangtua yang terus mengawasi anaknya tanpa henti, penuh dengan aturan dan larangan. Anak sepertinya tidak bisa lepas dari pengawasan mereka.

 

Gereja juga bisa menjadi gereja helikopter ketika mereka “terlalu” kuatir dengan perkembangan anak dan remaja mereka di gereja. Berbagai larangan ketat diberlakukan. Yang ada “dikotomi”nilai. Hitam dan putih. Benar dan salah. Tanpa melihat perkembangan ataupun permasalahan yang sedang di hadapi remaja. Walaupun akhirnya memang terbagi dalam kebenaran dan kesalahan, kekudusan dan dosa, namun gereja seringkali dalam memutuskan belum sampai tahap pemahaman masalah dan penggalian Firman Tuhan yang mendalam. Gereja menganggap semua yang ada di luar gereja adalah sesat. Mereka takut dengan budaya pop, terutama film dan musik. Apa jadinya jika terlalu proteksi? Dalam bukunya “You Lost me”, Kinnaman dari hasil surveynya menuliskan:[2]

 

Mencari Ketegangan (tantangan) Lain

Secara ekstrem mereka melakukan uji coba dengan berbagai hal karena keingintahuan. Hal yang selama ini dilarang (baik oleh orangtua maupun gereja) dan tidak diperbolehkan. Pornografi, narkoba, dan bentuk kejahatan lain. Bahkan mereka akan mencoba praktik agama lain sebagai bentuk tantangannya.

 

Gagal Maju

Kematangan anak dan remaja mengalamai hambatan, bahkan gagal untuk maju. Sementara perkembangan dunia dengan kemajuan teknologi serta budaya. Orangtua dan gereja gagal memberikan bekal kepada anak dan remaja karena ketakutan, membuat mereka juga gagal untuk menjawab tantangan jaman. Merekatidak bisa maju menghadapi dunia.

 

Keraguan Yang Melumpuhkan

Karena semua dalam kontrol atau kendali ketat, maka anak dan remaja bertumbuh dengan keraguan dalam mengambil banyak keputusan. Mereka terbiasa untuk tergantung. Kontrol orangtua dan gereja yang berlebihan, banyak mengendalikan keputusan mereka.

 

Hilangnya Kreatifitas

Dalam film “Grace Unplugged” (2013) karya sutradara Brad J. Silverman yang diangkat dari kisah nyata seorang musisi gereja dan kehidupan keluarganya sangat jelas untuk menggambarkan hal ini. Bagaimana anak gadis yang ingin keluar berkreatifitas dengan kemampuan bakatnya di luar gereja tetapi mendapatkan tentangan dari orangtuanya. Anak-anak muda yang sudah keuar dari kekangan gereja, menyebutkan gereja sebagai “Ghetto Kristen”. Orang Kristen yang terpisah dengan dunia luar. Ghetto, adalah istilah yang dipakai sejak tahun 1516 di Venesia, dimana itu adalah wilayah yang dihuni orang Yahudi untuk dipisahkan dari masyarakat. Istilah ini dipakai juga saat Jerman pada PD II saat menduduki berbagai negara. Ada banyak ghetto di beberapa negara, untuk memisahkan Yahudi dengan orang lain.

 

Akankah kita membiarkan ini terjadi? Kehilangan generasi karena kita sebagai orangtua maupun gereja seperti helikopter yang mengawasi tanpa henti tanpa memberikan kepercayaan dan tanggungjawab kepada mereka? Perasaan takut seringkali menguasai kita sebagai orangtua maupun gereja. Hal itu sangat dipahami. Dibandingkan dengan akibat yang akan mereka alami, akankah kita tidak berubah dalam cara pandang dan perlakuan?

 

OVER PROTEKTIF MENJADI KEPEKAAN

 

Bagaimana mengatasi hal ini? Kita harus dengan kerendahan hati mengubah perilaku over protektif itu dengan kepekaan. Peka akan kebutuhan generasi ini dan peka apa yang sedang terjadi di luar sana (tanpa tergesa menghakimi). Kepekaan ini akan membuka ruang diskusi dan perenungan. Kepekaan akan membuka kesempatan untuk mengerti kebutuhan.

 

Kepekaan itu, membantu anak muda menegerti bahwa orang lain bukan musuh, tetapi kerusakan nilai, iblis, berusaha menghancurkan orang percaya.

 

Kepekaan itu, membimbing mereka membaca Alkitab yang dapat dikaitkan terus dengan berita lain yang ada di luar sana.

 

Kepekaan itu, transparan mengenai kesulitan semua manusia dan mengajarkan tetap menjadi saksi Kristus sesuai Firman Tuhan. Mengalami masa sulit tapi tetap hidup benar.

 

Kepekaan itu, membimbing untuk mempercayai Allah tanpa rasa takut, walaupu ada resiko yang harus dialami.

Kepekaan itu, tidak ada membedakan pekerjaan rohani maupun sekuler. Semua tergantung dimana Tuhan mengutus orang percaya untuk menjadi terang dan garam.

 

Kepekaan itu, mengembangkan teologi tentang panggilan kudus yang dalam dan mengenali tujuan unik setiap individu. Anak dan remaja mengerti tujuan hidupnya dengan benar dan terarah sesuai Firman Tuhan.

 

Sudahkan kita siap untuk belajar peka terhadap generasi yang saat ini sedang bertumbuh dan berkembang? Atau kita tetap membiarkan diri kita tetap dengan “ketakutan” kita dan dengan penyesalan terlambat.. kita akan kehilangan mereka dalam 10-15 tahun ke depan?

Dengan kerendahan hati, marilah kita belajar untuk rendah hati dan peka dengan mereka. Demi masa depan anak-anak kita, gereja, dan bangsa ini.

No Comments

Enroll Your Words

To Top