KORBAN AMBISI

 

 

“Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan,

demikianlah anak-anak pada masa muda.”

 (Yesaya 127:4)

 

Jika ditanya siapakah manusia paling pandai di dunia yang pernah hidup? Banyak orang menyebutkan Albert Einstein adalah orang yang terpandai di dunia itu, atau Stephen Hawkin, si ilmuwan atheis yang menentang Tuhan? Bukan! Ternyata manusia yang terpandai yang pernah tercatat di dunia adalah: William James Sidi. Memang namanya tidak begitu terkenal di dunia, namun apa yang dicapai dan dilakukannya membuktikan bahwa memang Sidi adalah orang yang terpandai. Lahir di New York pada tanggal 1 April 1898, dengan IQ berkisar 250-300. Di masa kecilnya saat berusia 1 bulan sudah dapat makan sendiri dengan menggunakan sedok. Sang ayah, Boris Sidi seorang psikolog yang melihat bakat itu akhirnya mendidiknya dengan metode khusus hingga akhirnya benar-benar luar biasa. Ambisi Boris untuk menjadikan anaknya terkenal dan kebanggaan dirinya. Sebelum umur 2 tahun James Sidi sudah bisa membaca. Bacaan sehari-harinya adalah New York Times. Di usianya yang ke-8, James Sidi telah menerbitkan bukunya yang pertama mengenai astronomi dan anatomi. Prestasinya tidak berhenti sampai di sana, pada umur 11 tahun ia diterima di Havard University. Di sana ia sempat memberikan ceramah tentang jasad 4 dimensi di depan para profesor. Kemampuan berbahasa asingnya juga sangat luar biasa. Ia dapat menguasai 1 bahasa secara keseluruhan hanya dalam 1 hari.

 

Ayahnya dengan penuh ambisi mendidik James. Metode pendidikan konvensional yang dianggap menyiksa dan kejam demi ambisinya. James Sidi meninggal di usia 46 tahun, dalam keadaan miskin, sakit dan kesedihan. Ia melarikan diri dari universitas, hidup menyendiri di Boston. Dalam sebuah wawancara saat ia masih hidup mengatakan bahwa ia sangat membenci matematika, bidang yang sebenarnya membuat dirinya terkenal. Ambisi ayahnya ternyata tidak membuatnya hidup bahagia, namun penderitan hingga pada kematian yang mengenaskan.

 

KORBAN AMBISI

 

Banyak anak dan remaja, hari-hari ini mengalami tekanan karena ambisi orangtuanya. Orangtua memiliki banyak keinginan agar terjadi pada anak-anak mereka dengan paksa tanpa melihat kebutuhan dan kemampuan anak-anak mereka. Suatu hari, ketika saya masih mahasiswa dan bekerja memberikan les pada seorang anak, saya menemukan kejadian ini. Sementara saat sedang mendampingi ia belajar untuk persiapan ujian keesokan harinya, tiba-tiba ia menangis di depan saya. Anak itu cerita, bahwa ia tidak suka dengan les biola yang sedianya dilakukan setelah jam les dengan saya. Saya menghadap orangtuanya, dan mencoba menjelaskan namun percuma. Ayahnya tetap memaksa anaknya les biola dengan kesedihan.

 

Banyak orangtua menganggap cara memaksa demikian akan menghidupkan potensi yang dimilikinya. Jadi cara yang digunakan adalah demikian. Jika memang sudah diketahui potensi atau bakat anak, cara tersebut dapat dilaksanakan dengan lebih sistematis dan pendekatan emosional dimana itu  mendukung motivasi belajarnya. Tetapi jika potensi dan bakat itu ternyata belum ditemukan dan celakanya, ternyata itu hanya keinginan orangtuanya saja agar anaknya bisa menguasai bidang tertentu, maka akan ada masalah di kemudian hari.  Itu dapat membunuh kreatifitas dan potensi anak.

 

Mengapa sering kali orang tua berambisi pada anak-anak mereka?

 

  1. PENGGENAPAN MASA LALU

Karena orangtua pada saat masih kecil ada keinginan yang belum tercapai, maka dilimpahkan kepada anak-anak mereka saat ini. Waktu kecil ingin bermain musik piano, karena biaya dan waktu sehingga tak dapat terlaksana. Saatnya itu dilakukan pada anak-anak mereka.

 

  1. KEBANGGAAN

Anak dijadikan obyek kebanggaan orang tua. Dengan prestasi yang gilang gemilang itu mengangkat harga diri dan kebanggaan orangtuanya. Semakin banyak piala atau penghargaan maka semakin senang orangtuanya.

 

  1. KETIDAKMENGERTIAN KEBUTUHAN ANAK

Orang tua memang tidak mengetahui kebutuhan dan potensi anak-anak mereka sehingga diujicobakan semua bidang kepada anak-anak mereka dengan tekanan. Atau salah dalam membaca kebutuhan mereka, sehingga tidak tepat.

 

                                                   APA KATA TUHAN??

                                                                              MILIK PUSAKA

Anak kita adalah milik pusakanya TUHAN! Bukan milik kita sendiri sehingga kita dengan seenaknya menentukan masa depan mereka dengan cara dan ambisi kita sebagai orang tua. Firman Tuhan dalam Yesaya 127:3

 

“Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN,

dan buah kandungan adalah suatu upah”

 

Untuk mempersiapkan masa depan mereka dan mendidiknya, sangat diperlukan KETERLIBATAN Tuhan di dalamnya. Karena mereka adalah milik dan tanggungjawab Tuhan sepenuhnya.

 

Di dalam Amsal 22:6

“Didiklah (train up) orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.”

 

Mendidik anak-anak seperti seorang pelatih yang melatih. Seorang pelatih itu bukan seorang yang sempurna, bahkan bisa saja ia sosok yang belum pernah menjadi juara di bidangnya. Tetapi mereka memiliki hati untuk mendampingi, memberikan waktu, dan membagikan pengetahuan kepada yang dilatih. Di luar negeri, tidak semua pelatih memiliki prestasi dan menjadi juara. Tetapi mengapa mereka behasil melatih dan menjadikan yang dilatih menjadi juara? Para pelatih itu memiliki hati.

 

Melatih anak-anak muda dan anak-anak menurut “jalan yang patut baginya”, apa artinya? Artinya, sesuai dengan kebutuhan, potensi, dan kemampuan mereka. Bukan dengan paksaan, apalagi menurut ambisi kita. Lakukan pengamatan dan paparan wawasan yang luas agar mereka dapat melihat potensi yang ada pada dirinya. Tuhan telah memberikan kepada mereka sejak semula talenta yang luar biasa. Sejak ada dalam kandungan ibu anak-anak dibentuk dan dipersiapkan untk masuk dalam rencana Tuhan yang indah di masa depannya.

 

STOP AMBISI

 

Hentikan ambisi kita sebagai orang tua pada anak-anak, generasi masa depan. Ambisi itu dapat membunuh telenta yang Tuhan telah berikan kepada mereka. Ambisi kita dapat menghancurkan rencana Tuhan yang indah dalam hidup anak-anak kita. Jadikan anak-anak sebagai subyek, bukan obyek ambisi.

 

Hingga akhirnya, “….pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang…” mereka bisa menemukan tujuan hidup mereka atas kehendak Tuhan dalam diri mereka, dan bukan kehendak kita! Bukan ambisi kita! Amin.

No Comments

Enroll Your Words

To Top